JAKARTA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menegaskan bahwa Peraturan Menteri (Permen) Nomor 52 tentang Perubahan Permen Nomor 8 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split merupakan skema yang tetap akan digunakan dalam kontrak kerja sama hulu minyak dan gas bumi (migas).
Hal ini tidak terlepas dari latar belakang penyempurnaan Permen ESDM tersebut yang melibatkan berbagai kalangan dan mendapat dukungan penuh berbagai pihak.
“Kita akan coba (skema gross split yang baru), berdasarkan model kita, dibantu oleh world Bank, Indonesia Petroleum Association (IPA), dan konsultan-konsultan lain yang peduli dan memberikan masukan yang konstruktif,” ujar Arcandra saat ditemui usai sosialisasi Permen ESDM No 52 Tahun 2017 di Jakarta, Jumat (8/9).
Perubahan aturan gross split, lanjut Arcandra, dinilai sangat bagus oleh beberapa kalangan baik akademisi maupun kontraktor sehingga diyakini mampu menarik minat para investor Migas. “Semoga antara Pemerintah dengan Kontraktor bisa mendapatkan hasil yang optimal,” ujar Arcandra.
Beleid baru gross split akan diterapkan di Wilayah Kerja (WK) Migas baru Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sejak diundangkan pada tanggal 27 Agustus 2017. “Berlaku efektif sejak diundangkan untuk kontrak gross split yang terdepan,” sambung Arcandra.
Sementara, untuk kontrak kerja sebelum adanya revisi Permen ESDM No 52 tahun 2017, akan tetap mengusung skema gross split yang lama. “Untuk gross split yang sudah ditandatangani itu akan memakai sistem yang sudah ada. Yang sudah ada kan ONWJ (Offshore North West Java),” jelasnya.
Untuk diketahui, Pertamina Hulu Energi, merupakan KKKS pertama yang mengambil peran untuk melaksanakan skema gross split bagi lapangan ONWJ, berlaku mulai 19 Januari 2017 sampai dengan 18 Januari 2037.
Pemerintah sendiri mengubah aturan gross split dengan menambah insentif dari delapan poin, diantaranya komponen progresif (kumulatif produksi migas, harga minyak, harga gas bumi), serta komponen variabel (status lapangan, tahapan produksi, kandungan hidrogen-sufrida (H2S), ketersediaan infrastruktur) dan diskresi Menteri ESDM.
“Ada beberapa masukan. Setelah apa saja yang telah kami beri, termasuk insentif. Apa yang kita lakukan adalah tidak membatasi diskresi supaya lapangan dikembangkan lebih ekonomis,” ungkap Wamen. Dengan kata lain, salah satu kriteria utama untuk pemberian diskresi adalah aspek keekonomian. (sak)
Sumber