Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, Rabu (20/9) meresmikan Lapangan BD milik Husky-CNOOC Madura Limited (HCML).
Peresmian ini menandai beroperasinya pengaliran gas pertama proyek yang berada di lepas Pantai Kabupaten Sampang, Madura.
Proyek ini telah memakan waktu 20 tahun sejak pertama kali gas ditemukan oleh HCML pada 1997. Tak heran jika Arcandra mengapresiasi HCML dan seluruh pihak atas selesainya proyek ini.
“Selamat prestasinya untuk first gas lapangan BD. Ini sebuah milestone untuk produk (gas) kita, dengan (produksi puncak) 100 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan 7.000 barel kondensat per hari. Produksi proyek ini turut berkontribusi pada peningkatan produksi migas nasional,” ujar Arcandra saat meresmikan proyek di Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Karapan Armada Sterling III, lepas pantai Kabupaten Sampang.
“Dulu tahun 70an, mulai dari discovery sampai keluar (gas) itu di bawah lima tahun. Rata-rata sekarang 10-15 tahun. Proses inefisiensi ini yang harus kita perbaiki. Di negara lain tidak sampai 5 tahun,” kata Arcandra lebih lanjut.
Proses bisnis yang lama, imbuh Wamen ESDM, memiliki konsekuensi dalam berbagai aspek, seperti biaya modal membengkak, biaya SDM ahli meningkat, biaya pemakaian peralatan tambah besar, target capaian produksi tak segera terealisasi, dan sebagainya. “Prinsipnya harus lebih efisien dan sejumlah perizinan yang menghambat kita pangkas,” tambahnya.
Arcanda mengutarakan kebijakan gross split yang dikeluarkan oleh Pemerintah mampu menjawab tantangan bisnis hulu migas bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
“Yang dilakukan Pemerintah untuk mengatasi inefisiensi ini adalah dengan gross split. Yang kita harapkan dari gross split adalah proses procurement lebih cepat, efisien dan menekan biaya,” tegas Wamen ESDM.
Bagi Bupati Sampang, Fadillah Budiono, beroperasinya Lapangan BD Madura milik HCML diharapkan akan memberikan manfaat bagi rakyat Sampang.
“Barangkali aturan Participating Interest (PI) bisa membantu dan memperkuat struktur keuangan Pemerintah Daerah. Intinya, HCML mesti memberikan manfaat kepada rakyat Sampang. Jadi, bisa menikmati, tidak melihat saja,” harap Fadillah.
Merespon hal tersebut, Arcandra mengutarakan regulasi PI 10% sudah diatur sejak tahun lalu. “Sebelumnya PI itu harus dibayar oleh Pemerintah Daerah. Ini kita ubah dengan yang baru. Pemerintah Daerah tidak membayar secara langsung tapi lewat deviden yang diterima 10% dibayarkan kembali utangnya kepada operator,” jelas Wamen Arcandra.
Khusus lapangan migas offshore, jelas Arcandra, kepemilikan PI 10% diatur oleh Pemerintah Pusat apabila lapangan migas berada lebih dari 12 mil. Sebaliknya, jika kurang dari 12 mil, maka Pemeintah Pusat akan melimpahkan wewenang kepemilikan PI 10% kepada Pemerintah Provinsi.
Untuk diketahui, Lapangan BD Madura merupakan bagian dari Wilayah Kerja (WK) Madura Strait, yaitu 65 kilometer sebelah timur Surabaya dan 16 kilometer sebelah selatan Pulau Madura. Komersial gas lapangan BD Madura sudah dimulai pada bulan Juli 2017 dengan periode produksi 13 tahun dan plateau 12 tahun. Lapangan BD Madura memiliki cadangan gas sebesar 442 miliar kaki kubik (BSCF).
Produksi gas sendiri dihasilkan dari 4 sumur dengan dry wellhead tower dengan kedalaman air 50 meter dan ditransportasi melalui pipa bawah laut menuju FPSO. Setelah itu, gas dikirim melalui pipa 16 inci sepanjang +52 km ke GMS (Gas Metering Station) milik HCML di Desa Semare, Pasuruan dan selanjutnya diserahkan kepada para pembeli gas Perusahaan Gas Negara dan PT Inti Alasindo Energy (IAE). (sak)