Pemerintah Susun Grand Strategi Energi Nasional

Pemerintah Susun Grand Strategi Energi Nasional

Permintaan energi saat ini terus meningkat, seiring kemajuan peradaban, teknologi, gaya hidup dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah pun berkewajiban menyediakan energi dalam jumlah yang cukup, merata, terjangkau, dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga tercapai energi yang berkeadilan.

Pemanfaatan energi di Indonesia saat ini masih mengandalkan energi fosil, baik yang disubsidi maupun yang berasal dari impor. Di sisi lain, potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Indonesia sangat melimpah.

“Kita masih mengandalkan energi fosil, yang sebagian di antaranya disubsidi dan berasal dari impor. Ketergantungan kepada energi impor menjadi salah satu tantangan berat Pemerintah dalam menjaga ketahanan energi nasional. Di sisi lain, kita dikaruniai sumber EBT yang melimpah, dengan total potensi mencapai lebih dari 417,8 GW, namun baru dimanfaatkan sebesar 10,4 GW atau sekitar 2,5 persen,” terang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, pada Pembukaan The 9th IndoEBTKE Conex 2020, Senin (23/11) lalu.

Untuk menjamin ketersediaan energi yang cukup, kualitas yang baik, harga terjangkau dan ramah lingkungan dalam kurun waktu 2020-2040, Pemerintah menyusun Grand Strategi Energi Nasional.

“Strategi yang dikembangkan, antara lain meningkatkan lifting minyak, mendorong pengembangan kendaraan listrik, pengembangan dan pembangunan kilang, serta pengembangan EBT untuk mengurangi impor minyak. Sedangkan untuk mengurangi impor LPG melalui strategi penggunaan kompor listrik, pembangunan jaringan gas kota, dan pemanfaatan Dimethyl Ether (DME),” jelasnya.

Pelaksanaan Grand Strategi Energi Nasional juga mempertimbangkan kondisi pengembangan energi nasional saat ini. Memperhatikan sumber EBT yang tersedia dan menyesuaikan dengan tren ekonomi EBT.

Pemerintah, lanjut Arifin, telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, yang menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Penurunan GRK ditargetkan sebesar 29% yang dilakukan dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan Bantuan Internasional. “Sektor energi diharapkan menurunkan emisi sebesar 314-398 juta ton CO2,” imbuh Arifin.

Sejumlah regulasi di bidang energi juga telah diterbitkan Pemerintah untuk mendukung penyediaan energi, khususnya yang rendah emisi. Regulasi tersebut antara lain Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“Sesuai dengan RUEN, pada tahun 2025 peran EBT dalam bauran energi nasional ditargetkan mencapai 23% dan diharapkan terus meningkat menjadi 31% pada tahun 2050,” pungkas Menteri ESDM.

Pada kesempatan ini, juga dilaksanakan penandatanganan perjanjian kerja sama antara:

  • Direktur Jenderal EBTKE selaku National Project Director MTRE3 dengan PT Aka Sinergi, PT Akuo Energi, PT Brantas Energi, dan PT Pasadena Biofuels Mandiri mengenai Acceptance of Technical Assistance Grant From Sustainable Energy Fund to Enhance Project Bankability and Access to Finance.
  • Mentari dan Arya Watala Capital mengenai Grant Technical Assistance for Replacing Diesel Power to Solar PV+.
  • Aryaduta Hotel dan Enertec Mitra Solusi mengenai Energy Saving Program Replacing HVAC System for 4 Hotels
  • Kesepakatan Bersama Antara Universitas Mercu Buana dengan METI tentang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat.

Selain itu, Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) memberikan penghargaan Solar PV Rofftop Champion 2020 kepada Menteri ESDM Periode 2016-2019 Ignasius Jonan, Direktur Aneka EBT Ditjen EBTKE Harris Yahya, PT Summarecon Agung Tbk, PT Tirta Investama, Coca Cola Amatil Indonesia, dan PT Astra Honda Motor. Penghargaan tersebut diberikan atas kontribusi progresif pada perkembangan PLTS Atap di Indonesia. (sumber)

Share: