Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengapresiasi produksi minyak Blok Cepu tahun 2020 mencapai 210 mbopd atau setara dengan 30% produksi minyak nasional. Dengan produksi sebesar itu, maka Blok Cepu menempatkan diri menjadi produsen minyak nasional terbesar di Indonesia.
Blok Cepu akan menyumbangkan pendapatan kepada Negara sekitar USD 45 Miliar di harga minyak sekitar USD70/barrel selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama.
“Capaian produksi minyak Lapangan Banyu Urip merupakan prestasi yang membanggakan yang bisa meningkatkan kapasitas produksi hingga 20% dengan fasilitas yang ada dan bisa dilakukan dengan aman,” ujar Menteri Arifin saat melakukan kunjungan kerja ke Lapangan Minyak Banyu Urip, Blok Cepu dan Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru, Kamis (22/04).
Produksi awal lapangan Banyu Urip dimulai pada Desember 2008 melalui fasilitas produksi awal yang mulai berproduksi dengan kapasitas 20 mbopd pada Agustus 2009. Melalui inovasi dan keunggulan dari manajemen proyek, produksi meningkat menjadi lebih dari 80 mbopd pada saat dimulainya start-up di tahun 2015.
Pada produksi puncaknya, Banyu Urip memproduksi sebanyak 165 mbopd dan terus berkembang hingga mencapai 235 mbopd dengan tetap mempertahankan operasi yang aman dan andal sehingga menempatkannya menjadi produsen minyak terbesar di Indonesia.
Biaya pengembangan Blok Cepu terbilang murah, yaitu USD4,5/barrel, jika dibandingkan rata-rata industri sebesar USD15/barrel. Biaya produksi di sekitar USD2,9/barrel pada tahun 2019 dan sekitar USD1,9/barrel pada tahun 2020, termasuk salah satu biaya terendah di Indonesia.
Fasilitas lapangan Banyu Urip saat ini meliputi 3 wellpad dengan 29 sumur produksi dan 16 sumur injeksi dan 1 sumur produksi di lapangan Kedung Keris terhubung ke wellpad.
Lapangan Minyak Banyu Urip merupakan pengembangan pertama di dalam wilayah kerja Blok Cepu dan mencakup pengembangan lapangan minyak Banyu Urip, dengan penemuan cadangan minyak mentah yang diperkirakan sebanyak 450 juta barel yang diumumkan pada April 2001 dan saat ini Estimated Ultimate Recovery (EUR) Banyu Urip sudah melebihi dua kali lipat dari POD original (450 mbo) menjadi 940 mbo.
Kontrak Kerja Sama (KKS) Cepu ditandatangani pada 17 September 2005, mencakup wilayah kontrak Cepu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Ampolex Cepu Pte Ltd., PT Pertamina EP Cepu dan empat Badan Usaha Milik Daerah: PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah), PT Asri Dharma Sejahtera (Bojonegoro), PT Blora Patragas Hulu (Blora) dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur) yang tergabung menjadi kontraktor di bawah KKS Cepu.
ExxonMobil memegang 45% dari total saham partisipasi Blok Cepu sisanya PEPC 45% dan BUMD 10%. KKS Cepu ini akan berlanjut hingga 2035. Sebuah Perjanjian Operasi Bersama atau Joint Operating Agreement (JOA) telah ditandatangani oleh pihak-pihak kontraktor, dimana ExxonMobil berperan sebagai operator dari KKS Cepu mewakili para Kontraktor.
Selain mengapresiasi produksi Lapangan Banyu Urip Blok Cepu, Menteri Arifin juga menjelaskan keterlambatan target penyelesaian Proyek Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru (JTB) yang menurut Menteri diakibatkan adanya pandemi Covid-19.
“Karena Covid, proyek JTB ada keterlambatan dan kita sudah minta kepada pihak manajemen untuk bisa mengejar kembali keterlambatan yang ada sehingga dapat menghasilkan gas pada akhir tahun,” jelas Arifin. (sumber)