JAKARTA – Upaya Pemerintah meningkatkan investasi melalui berbagai kemudahan, pemangkasan birokrasi dan perizinan mulai memperlihatkan hasil, terutama di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) termasuk di bidang migas.
“Tidak mungkin ada Pemerintah yang sengaja menghambat investasi. Buktinya awal tahun ini Menteri ESDM sudah pangkas 186 perizinan sektor ESDM, 56 perizinan diantaranya terkait migas. Itu bukan wacana lagi, tapi sudah dilakukan Maret lalu. Hasilnya, proses investasi lebih lancar, banyak pelaku usaha yang merasakan langsung manfaatnya,” ungkap Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Selasa (22/5).
Hasil kebijakan investasi migas berikutnya sebanyak 20 blok migas dengan kontrak skema Gross Split diminati investor. Sembilan diantaranya dari hasil lelang blok migas tahun 2017 dan 2018.
Tetapi lelang tahun 2018 juga belum selesai, sehingga berpotensi akan nambah lagi nanti Juni 2018 saat lelang selesai. Padahal lelang tahun 2015 dan tahun 2016 dengan kontrak skema Cost Recovery sama sekali tidak ada yang laku satupun.
“Sejak Januari 2017 hingga Mei 2018 ini, sudah ada 20 kontrak blok migas yang pakai gross split. Rinciannya 1 blok ONWJ, 5 blok hasil lelang 2017, 6 blok terminasi 2018, 4 blok hasil lelang penawaran langsung 2018 dan 4 blok terminasi 2019. Untuk lelang reguler 2018 hasilnya nanti diumumkan Juni 2019. Bisa nambah lagi,” tambah Agung.
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, menyampaikan bahwa kontrak migas gross split tujuannya untuk mempercepat proses bisnis hulu migas. Sehingga waktu yang diperlukan sejak pertama kali cadangan migas ditemukan (first oil) hingga lapangan tersebut berproduksi tidak lagi membutuhkan waktu lama, yang sejak era tahun 2000-an bisa mencapai 15 tahun.
“Gross split ini menjadi pilihan kita karena kedepan tantangannya banyak. Terutama dalam hal mempercepat bisnis proses mulai dari eksplorasi sampai eksploitasi,” jelas Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar beberapa waktu lalu.
Pemerintah juga telah memperbaiki iklim investasi migas melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2017 dan PP Nomor 53 Tahun 2017 terkait insentif fiskal kontrak migas. Substansinya antara lain pada masa eksplorasi bea masuk sudah dibebaskan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan impor juga tidak dipungut biaya. Pajak Bumi Bangunan ada pengurangan hingga 100%. Sedangkan untuk periode eksploitasi juga bisa diberikan berdasarkan pertimbangan keekonomian.
Kemudian Agung menambahkan kebijakan investasi berikutnya yang memberi kesempatan kepada investor eksisting untuk dapat mengelola blok migas sehingga investasi dan produksi nasional terjaga, tetapi tetap harus lebih menguntungkan Negara.
Kebijakan tersebut dilakukan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya sebagaimana diubah melalui Permen ESDM Nomor 28 tahun 2018.
“Semangat Permen ESDM tersebut untuk menjaga, bahkan meningkatkan produksi migas dari blok yang kontraknya akan berakhir. Selain itu, juga menjaga kelangsungan investasi pada blok migas tersebut. Hasil akhirnya, manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara,” tambah Agung.
Pertamina pun tetap bisa dan sangat berpotensi untuk mendapatkan hak kelola blok migas terminasi. Pertamina dapat mengajukan permohonan pengelolaan blok migas tersebut dan nanti akan dievaluasi oleh Tim Kementerian ESDM dan lintas instansi.
“Sejak tahun lalu sudah 12 blok migas terminasi yang diberikan kepada Pertamina. Terakhir, dari 4 blok terminasi tahun 2019, dua diantaranya diberikan kepada Pertamina, sementara dua lainnya Pertamina kurang berminat atau tidak mengajukan permohonan,” ungkap Agung.
Dua belas blok terminasi tersebut menjadikan Pertamina menguasai sekitar 36% produksi migas nasional tahun ini (status April 2018). (sak)